Siletnews.com- Kota Pangkalpinang, Dilansir dari laman KSDAE (Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem) melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan SK.575/Menlhk/Setjen/PLA.2/7/2016 tentang Penetapan fungsi dalam fungsi Pokok Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam sebagai Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Mangkol, di Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung seluas 6.009,51 Hektar ditetapkan sebagai Taman Konservasi pada 2016 lalu terus menuai pro serta kontra dalam hal penataan tata kelolanya hingga pemetaannya.
Begitu halnya dalam pemberitaan yang sedang mencuat ke permukaan saat ini, salah satu masyarakat yang berkebun di kawasan tersebut bahkan sebelum tahun 2016 sejak Tahura mangkol ditetapkan sebagai Hutan Konservasi dijadikan target hukum atas kurangnya pengawasan APH serta stakeholder terkait.
Dikutip dari salah satu media bahwa ada warga yang berinisial HN dengan jujur mengatakan bahwa memang dia memiliki kebun di Tahura yang dia peroleh dari leluhur mereka secara turun temurun yang luasnya sekitar kurang lebih 4 hektar namun baru di lakukan perawatan serta pemeliharaan sekitar 2 ha.
Kebun tersebut baru dikelola oleh HN mulai dari tahun 2020 dan tidak ada melakukan perambahan hutan hanya melakukan perawatan serta menanam pohon durian, buah alpukat melinjo, petai dan cempedak,
Melihat hal ini sangat disayangkan jika aparat hukum menutup mata sehingga melihat seekor gajah hanya dari seberang pulau belaka.
Hukum yang berpangku dalam tonggak keadilan menjadi barang sukar yang sulit didapatkan.
Dedy Purnama, SE.MM selaku Ketua Lembaga Bantuan Hukum Konsultasi Wartawan Provinsi Bangka Belitung angkat bicara mengenai berita yang sedang menghebohkan jagat maya ini, Dedy mempertanyakan dimana tugas serta kewajiban Dinas Lingkungan Hidup Bangka Tengah sehingga kurang melakukan fungsi pengawasan terhadap perambah hutan Tahura Mangkol tersebut yang mana adanya terjadi kerusakan seluas sekitar 10 ha justru yang menjadi tujuan para penegak hukum masyarakat yang hanya berkebun di kawasan tersebut.
“Sehubungan dengan adanya pemanggilan terhadap warga atau orang yang berkebun di hutan konservasi bukit mangkol saya ingin bertanya kemana fungsi perannya DLH Bangka Tengah.
Apa tugas DLH Bangka Tengah?
Dimana banyak sekali warga yg melakukan perkebunan di wilayah konservasi kenapa yang dilakukan pemanggilan hanya satu orang saja. Apakah hukum yg berlaku hanya untuk orang-orang tertentu. Padahal hukum itu bersifat adil dan merata yg tidak punya kekuasaan yang sama ada apa sebenarnya?
Seharusnya pihak DLH melakukan pembinaan terlebih dahulu. Misal melakukan penyuluhan, memberikan teguran kepada masyarakat yang merambah hutan, serta melakukan pengawasan yang ketat akan akan hal tersebut” ujar Dedy.
Lebih lanjut Dedy mempertanyakan mengapa hutan yang dirambah sekitar 10 ha itu tidak dilakukan penyidikan dan cari siapa pelakunya. Sedangkan melakukan perambahan hutan 10 ha bukan waktu yang sebentar bukan sehari atau 2 hari itu bisa berbulan-bulan kenapa DLH tidak menindak itu atau pura2 tidak tahu sehingga terjadi pembiaran sehingga warga yang berkebun menjadi sasarannya. Serta dengan tegas Dedy meminta para penegak hukum segera cari dan lakukan penyidikan siapa yang ada dibalik atas dirambahnya lahan 10 ha tersebut “tutupnya.
(Red//ysv)